Tuesday, September 22, 2015

Pendapat-Pendapat Tentang Thalaq Tiga (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 14)

Pendapat-Pendapat Tentang Thalaq Tiga (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 14)

Pendapat-Pendapat Tentang Thalaq Tiga (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 14)

Thalaq tiga itu meliputi beberapa cara, seperti tersebut dibawah ini:

1. Menjatuhkan thalaq itu tiga kali pada masa yang berlain-lainan seperti seorang suami menthalaq istrinya thalaq satu, pada masa 'iddah dithalaq lagi thalaq satu pada masa 'iddah kedua ini dithalaq lagi thalaq satu.

2. Seorang suami menthalaq istrinya dengan thalaq satu, sesudah habis 'iddahnya, dinikahinya lagi, kemudian di thalaq lagi, setelah habis 'iddahnya dinikahi lagi, kemudian di thalaq lagi ketiga kalinya.

Jika terjadi dua cara tersebut, sepakat ulama mengatakan bahwa thalaq itu jatuh menjadi thalaq tiga dan berlaku hukum thalaq tiga, seperti tersebut diatas.

3. Suami menthalaq istrinya dengan katanya: "Saya thalaq engkau thalaq tiga" atau katanya "Saya thalaq engkau, Saya thalaq engkau, Saya thalaq engkau" diulang-ulangnya kalimat thalaq itu berturut-turut tiga kali.

Dalam cara yang ketiga ini, ulama berbeda-beda pendapatnya sebagai tersebut dibawah ini:

A. Pendapat Pertama ;

Jatuh thalaq tiga, berlaku segala hukum thalaq tiga seperti diatas.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Hasan, katanya: Abdullah bin 'Umar telah bercerita kepada kami bahwa dia telah menthalaq istrinya dengan thalaq satu ketika istrinya sedang haid, kemudian Abdullah bermaksud menjatuhkan dua thalaq lagi pada masa 'iddah. Ketika itu masalah Abdullah disampaikan orang kepada Rasulullah SAW, beliau berkata: Hai Abdullah tidaklah begitu perintah Tuhan, sesungguhnya engkau telah salah, yang sebaiknya dithalaq waktu suci. Maka berkata Abdullah: Rasulullah menyuruh saya supaya ruju' kepadanya, maka saya ruju'lah istri saya. Kemudian Rasulullah berkata: Apabila ia suci thalaqlah di waktu itu atau teruskanlah perkawinanmu dengan baik. Abdullah bertanya: Bagaimana ya Rasulullah kalau saya thalaq istri saya dengan thalaq tiga, apakah boleh saya ruju' kepadanya? Jawab Rasulullah SAW: Tidak boleh, ia sudah "bain" dan engkau berbuat maksiat (melanggar hukum). HR.Daruquthni".

B. Pendapat Kedua :

Tidak jatuh sama sekali, artinya istrinya belum dithalaq.

Sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka pekerjaan itu ditolak. HR.Muslim".

Thalaq tiga bukan perintah Rasulullah SAW bahkan dilarang oleh beliau. Thalaq tiga ditolak, berarti tidak sah.

C. Pendapat Yang Ketiga :

Jatuh thalaq satu, berlaku hukum thalaq satu seperti diatas. Suami boleh ruju' kembali kepada istrinya.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Ibnu 'Abbas, sesungguhnya Rakanah telah menthalaq istrinya dengan thalaq tiga pada tempat yang satu. Kemudian ia merasa sangat sedih atas perceraian itu, maka Nabi SAW bertanya kepadanya, kata beliau: Bagaimana caramu menthalaqnya? Jawab Rakanah: Thalaq tiga pada suatu ketika (sekaligus). Rasulullah SAW berkata: Sesuungguhnya thalaq yang demikian itu thalaq satu, ruju'lah engkau kepadanya. HR.Ahmad dan Abu Ya'la; Kata Abu Ya'la hadits sahih".

Sabda Rasulullah SAW: "Dari Ibnu Abbas, bercerita dia: Pada masa Rasulullah dan masa Abu Bakar dan dua tahun pada masa khalifah Umar, thalaq tiga itu satu. Maka berkata Umar: Manusia suka terburu-buru pada urusan mereka yang telah mereka putuskan. Kalau kita teruskan kehendak mereka akan teruslah merugikan mereka. HR.Ahmad dan Muslim".

Firman Allah SWT:
"Thalaq itu dua kali, sesudah itu suami diberi kelonggaran untuk ruju' (kembali) dengan baik, atau (kalau tidak ingin kembali) hendaklah dilepaskannya dengan baik (sampai 'iddahnya habis). QS.Al Baqarah:229".

Dalam ayat tersebut teranglah, bahwa thalaq itu dua kali berarti berpisah yang satu dengan yang lain, tidak dapat diucapkan dalam satu perkataan untuk menyatakan tiga kali.

ISTISNA

Yaitu mengurangkan maksud perkataan yang telah terdahulu, dengan perkataan yang kemudian.

Istisna dalam kalimat thalaq hukumnya sah, dengan syarat berhubungan perkataan yang pertama dengan yang kedua, dan kalimat yang kedua tidak menghabisi maksud kalimat yang pertama. Umpamanya, si suami berkata kepada si istri: "Engkau terthalaq tiga melainkan dua", jatuhlah thalaqnya satu atau katanya: "Engkau terthalaq tiga terkecuali satu", jatuhlah thalaq dua. Tetapi kalau dikatakannya: "Engkau terthalaq tiga terkecuali tiga", jatuh jadi tiga juga karena kalimat yang kedua menghabisi akan maksud kalimat yang pertama.

Orang yang tidak sah menjatuhkan thalaq, ada empat macam:

1. Anak kecil.

2. Orang gila.

3. Orang yang tidur.

4. Orang yang dipaksa.

Keterangan yang kesatu, kedua dan ketiga:

Sabda Rasulullah SAW:
"Perbuatan tiga orang dipandang tidak sah: 1.Orang tidur sampai dia bangun. 2.Anak kecil sehingga sampai baligh. 3.Orang yang gila sehingga dia sembuh. HR.Abu Daud dan Tirmidzi".

Adapun orang yang dipaksa, maka beralasan dengan:

Sabda Nabi Muhammad SAW:
"Tidak sah thalaq dan memerdekakan pada orang yang dipaksa. HR.Abu Daud dan Ibnu Majah".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
TerimaKasihAtasBantuannya

Bilangan Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 13)

Bilangan Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 13)

Bilangan Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 13)

Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menthalaq istrinya dari thalaq satu sampai thalaq tiga. Thalaq satu atau dua masih boleh ruju' (kembali) sebelum habis 'iddahnya dan boleh nikah kembali sesudah 'iddah.

Firman Allah SWT:
"Thalaq itu dua kali, sesudah itu suami diberi kelonggaran untuk ruju' (kembali) dengan baik, atau (kalau tidak ingin kembali), hendaklah dilepaskan dengan baik. QS.Al Baqarah:229".

Adapun thalaq tiga tidak boleh ruju' atau nikah kembali. kecuali apabila si perempuan telah nikah dengan orang lain dan setelah di thalaq pula oleh suaminya yang kedua itu.

Firman Allah SWT:
"Maka jika diceraikannya (oleh suami kedua) tidaklah berhalangan bagi suami pertama kembali kepada bekas istrinya itu jika keduanya ada sangkaan baik untuk menjalankan aturan Allah. QS.Al Baqarah:230".

Sungguh perempuan itu boleh nikah kembali dengan suaminya yang pertama, jika perempuan itu sudah nikah dengan laki-laki lain, serta sudah campur dan sudah pula diceraikan oleh suaminya yang kedua itu, dan sudah habis pula 'iddahnya dari perceraian yang kedua ini. Tetapi perlu kita ingat, hendaklah pernikahan yang kedua itu dengan sebenar-benarnya menurut kemauan laki-laki yang kedua, dan dengan kesukaan perempuan yang sebenarnya, bukan karena kehendak suami yang pertama. Tegasnya bukan dengan maksud supaya ia dapat nikah kembali dengan laki-laki yang pertama, memang betul-betul dengan niat akan kekal, tetapi untung dan nasib tidak mengizinkan tetap pernikahan yang kedua ini berkekalan. Adapun kalau di sengaja supaya dia dapat kembali kepada suami yang pertama, perbuatan dan sengaja yang seperti ini tidak diizinkan oleh agama Islam malahan dimurkainya.

Sabda Nabi Muhammad SAW:
"Rasulullah SAW telah mengutuk orang yang membuat muhlil (cinta buta), begitu juga kepada orang yang menyuruh membuat cinta buta itu (laki-laki yang pertama). HR.Ahmad, Nasai dan Tirmidzi".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Lafaz Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 12)

Lafaz Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 12)

Lafaz Thalaq (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 12)

Kalimat yang dipakai untuk perceraian, ada dua macam:

1. Sharih (terang).
Yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami: "Engkau terthalaq" atau "Saya ceraikan engkau". 
Kalimat yang sharih (terang) ini tidak perlu dengan niat, berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.

2. Kinayah (sindiran).
Yaitu kalimat yang masih ragu-ragu boleh diartikan untuk perceraian nikah atau lain, seperti kata suami: "Pulanglah engkau ke rumah keluargamu" atau katanya: "Pergilah dari sini" dan sebagainya.
Kalimat sindiran ini tergantung kepada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh thalaq. Kalau diniatkan untuk menjatuhkan thalaq, barulah ia menjadi thalaq.

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Thalaq / Perceraian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 11)

Thalaq / Perceraian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 11)

Thalaq / Perceraian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 11)

Ta'rif Talaq menurut bahasa Arab, melepaskan ikatan. Yang dimaksud disini melepaskan ikatan perkawinan.

Telah terang dan jelas dari uraian-uraian di artikel yang telah lalu, bahwa tujuan perkawinan itu:

1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.

2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.

3. Sebagai satu tali yang amat teguh untuk memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan (istri), yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa kepada bertolong-tolongan antara satu kaum (golongan) dengan yang lain.

Sekiranya dalam pergaulan antara dua suami istri tidak dapat menyampaikan tujuan-tujuan tersebut, bahkan pergaulan keduanya menjadikan sebab perpisahan antara satu keluarga dengan yang lain, yang disebabkan oleh ketiadaan kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dibukakanNya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, pintu perceraian. Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu terjadilah ketertiban dengan tentram antara kedua belah pihak dan supaya masing-masing dapat mencari susunan atau pasangan yang cocok, yang dapat menyampaikan kepada yang dicita-citakan.

Teristimewa pula sekiranya perselisihan antara suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian, antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar (usaha) untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka thalaq (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang jadi pemisah antara mereka itu. Sebab itulah menurut asalnya hukum thalaq itu makruh yang berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Ibnu Umar, katanya, telah berkata Rasulullah SAW: Barang yang halal yang amat dibenci Allah yaitu thalaq. HR.Abu Daud dan Ibnu Majah".

Sesudah itu dengan menilik kemaslahatan atau kemudharatannya maka hukum thalaq ada empat perkara:

1. Wajib:
Yaitu apabila terjadi perselisihan antara dua suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya, sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.

2. Sunnah.
Apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajibannya (nafkahnya) dengan cukup atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.

Sabda Rasulullah SAW:
"Seorang laki-laki telah datang kepada Nabi SAW, dia berkata: Bahwasanya istriku tidak menolak akan tangan orang yang menyentuhnya. Jawab Rasulullah SAW: Hendaklah engkau ceraikan saja perempuan itu. Dari Muhadzab Juz II No.78".

3. Haram (Bid'ah).
Dalam dua keadaan:
Pertama:
Menjatuhkan thalaq sewaktu si istri dalam haidh.

Kedua:
Menjatuhkan thalaq sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.

Sabda Rasulullah SAW:
"Suruhlah olehmu anakmu supaya dia ruju' (kembali) kepada istrinya itu, kemudian hendaklah dia teruskan perkawinan itu sehingga suci ia dari haidhnya, kemudian ia haidh kembali kemudian suci lagi dari haidh yang kedua itu. Kemudian jika ia menghendaki boleh ia teruskan perkawinan sebagaimana yang lalu atau diceraikannya sebelum dicampurinya. Demikian 'iddah yang disuruh Allah supaya perempuan di thalaq sewaktu itu. HR.Jama'ah Ahli Hadits selain Nasai".

4.Makruh.
Yaitu hukum asal dari thalaq yang tersebut diatas.

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Kisah 2 Pemuda Yang Berselisih Karena Harta Warisan

Terkadang karena harta warisan menjadi sebuah malapetaka terhadap keluarga. Bahkan ada juga juga yang tega membunuh saudara sendiri karena harta warisan tersebut. Semoga Kisah 2 pemuda yang berselisih karena harta warisan ini akan menjadi sebuah inspiratif dan pelajaran bagi mereka yang ambisi terhadap harta warisan. Berikut kisah selengkapnya :
    
Suatu ketika dua lelaki yang masih ada hubungan saudara datang menghadap Nabi SAW mengadukan persoalannya. Mereka berselisih atau lebih tepatnya berebut tentang harta warisan. Masing-masing mengklaim bahwa dirinya lebih berhak atas harta warisan itu. Mereka mengemukakan argumentasi yang mendukung pendapatnya, yang sebenarnya tidak cukup kuat dan mengikat klaimnya secara utuh atas harta warisan tersebut sesuai syariat Islam.

Nabi SAW memandang keduanya dengan sedih, kemudian beliau bersabda, “Kalian mengadukan persoalan ini kepadaku, sementara aku hanyalah manusia biasa. Jika saja salah satu dari kalian bisa memberikan bukti yang lebih kuat daripada yang lainnya, maka saya akan memutuskan sesuai dengan bukti yang saya dengar itu…!!”

Beberapa saat Nabi SAW terdiam, kemudian beliau meneruskan lagi, “Jika nantinya telah kuputuskan kepadanya, bahwa barang itu milik yang lain, maka sama sekali ia tidak boleh mengambilnya (atau memprotes dan memaksa untuk meminta bagian harta itu), karena itu sama artinya aku memberikan kepadanya sepotong api neraka. Di hari kiamat nanti, akan dipikulkan di pundaknya sepotong besi panas dari neraka!!”

Dua lelaki itu tampak menangis tersedu mendengar penjelasan Nabi SAW. Salah satu dari mereka berkata, “Wahai Rasulullah, biarkanlah hak saya, saya berikan untuk saudaraku ini!!”

Salah satunya lagi berkata, “Tidak, wahai Rasulullah, biarkanlah hak saya yang saya berikan untuk dirinya!!”

Mereka saling melepaskan hak kepemilikan atas harta warisan itu dan merelakan untuk saudaranya. Mereka juga sempat berdebat kecil, hanya saja berbeda dengan waktu datangnya kepada Nabi SAW. Kalau tadinya mereka saling berebut untuk memiliki, kini mereka saling berebut untuk memberikan. Nabi SAW tersenyum melihat keduanya dan bersabda, “Jika kalian telah berkata seperti itu, kini pulanglah!! Bagilah harta kalian itu menjadi dua, dan ikrarkanlah keikhlasan masing-masing kepada saudaranya!!”

[Ibnu Ghufron]



Monday, September 21, 2015

Kisah Syam’un (Samson) Mujahid Dibalik Turunnya Lailatul Qadar

Tahukah anda bahwa sebab turunnya ayat Al Qadar (Lailatul Qodri) adalah berawal dari kisah Syam’un yang dikenal oleh bangsa barat dengan nama Samson. Dia adalah seorang mujahid yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam hidupnya ia gunakan berjihad dijalan Allah SWT. Untuk kisah selengkapnya kamu bisa baca kisahnya berikut ini :

Suatu ketika Nabi SAW tengah berkumpul dengan para sahabat, dan beliau menceritakan tentang seseorang dari Bani Israil yang bernama Syam’un. Allah memberikan kekuatan dan keberanian kepada Syam’un ini sehingga dia berjuang dan berjihad di jalan Allah selama seribu bulan (sekitar 83 tahun 4 bulan Qomariah/Hijriah, atau 80 tahun 10 bulan Syamsiah/Masehi) secara terus menerus. Pedang atau senjatanya yang berupa tulang rahang unta selalu tersandang di pundaknya. Pelana kudanya tidak pernah sempat kering dari keringatnya.

Syam’un selalu mengalahkan kaum kafirin yang diperanginya di medan jihad. Hal ini membuat orang-orang musyrikin itu ciut hatinya, mereka berfikir keras bagaimana cara mengalahkan dan membunuhnya. Suatu ketika mereka menghubungi istri Syam’un dengan diam-diam, mereka membawa sepiring perhiasan emas untuk menyuapnya. Mereka minta agar ia mau mengikat Syam’un dengan tali ijuk cukup besar dan sangat kuat yang telah dipersiapkan ketika ia sedang tidur, dan perhiasan itu akan menjadi miliknya. Setelah ia tidak berdaya mereka akan datang untuk menangkap dan membunuhnya.

Syam’un memang bukan orang yang materialistis dan bergelimang dengan kekayaan. Walaupun ia memenangkan berbagai pertempuran selama puluhan tahun dan mempunyai jabatan cukup tinggi, tetapi ia memilih hidup dalam kesederhanaan. Apalagi syariat yang berlaku sebelum Nabi SAW, ghanimah atau rampasan perang diharamkan bagi kaum muslimin yang memenangkan pertempuran itu. Harta benda dari kaum musyrikin yang dikalahkan itu harus dikumpulkan pada lapangan luas, setelah itu akan muncul kobaran api dari langit yang akan membakar habis hingga menjadi abu. Dihalalkannya ghanimah bagi umat Nabi SAW merupakan keutamaan yang diberikan Allah, yang tidak pernah dialami oleh umat-umat Nabi dan Rasul sebelumnya.

Pola hidup zuhud dan sederhana yang diamalkan oleh Syam’un, yang menghabiskan waktunya untuk ibadah dan berjihad, ternyata tidak bisa sepenuhnya diikuti dan diterima oleh istrinya. Begitu melihat tawaran kaum kafirin itu, ia segera menyetujuinya. Suatu malam ia mengikat suaminya yang sedang tidur itu dengan tali ijuk, dengan sangat kuatnya. Tetapi pagi harinya, ketika Syam’un bangun dan menggerakkan tubuhnya, tali-tali itu langsung putus. Dengan heran Syam’un berkata, “Mengapa engkau melakukan hal ini?”
Istrinya berkata, “Aku hanya ingin menguji kekuatanmu!!”

Ketika peristiwa itu didengar oleh orang-orang kafir, mereka diam-diam mendatangi istri  Syam’un dengan membawa sebuah rantai besi yang sangat kuat. Malam harinya, istrinya itu mengikat Syam’un dengan rantai itu, tetapi sama seperti sebelumnya, rantai itu putus begitu Syam’un bangun dan menggerakkan tubuhnya. Lagi-lagi istrinya hanya berkilah dengan alasan yang sama.

Melihat kegagalan yang kedua kalinya ini, iblis merasa gerah dan ia ikut campur dalam masalah ini. Ia mendatangi kaum kafir dan memberikan solusinya, yakni agar istrinya itu merayu Syam’un untuk menceritakan ‘rahasia’ kekuatannya. Orang-orang kafir itu mendatangi istri Syam’un dengan menjanjikan hadiah yang lebih besar lagi jika bisa melumpuhkan suaminya itu, dengan cara yang diajarkan Iblis. Suatu ketika istrinya berkata, “Engkau bagitu kuatnya sehingga tali dan rantai besi begitu saja putus dan hancur ketika engkau menggerakkan tubuh. Apakah ada sesuatu yang engkau tidak mampu merusakkan atau memutuskannya??”

Karena kecintaan kepada istrinya, dengan jujur Syam’un berkata, “Beberapa gombak rambutku ini yang aku tidak mampu memutuskannya!!”
Kelihatannya tidak masuk akal, kalau tali ijuk dan rantai besi yang begitu kuat dengan mudah dihancurkan, bagaimana mungkin tidak mampu memutuskan rambutnya sendiri?? Tetapi memang seperti itulah sunnatullah (kebanyakan orang menyebutnya ‘hukum alam’), tidak sesuatu dari mahluk atau ciptaan Allah, kecuali ada kelemahan atau kekurangannya, di samping banyak sekali kelebihan yang dimilikinya.

Rambut itulah yang memang menjadi rahasia kekuatan Syam’un yang diberikan Allah kepadanya. Rambutnya itu memang terurai panjang hingga mencapai tanah, dan biasanya hanya digelung ke atas. Malam harinya, diam-diam istrinya memotong rambutnya itu untuk digunakan mengikat ke dua tangan dan kakinya. Pagi harinya, ketika terbangun Syam’un sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya, bahkan ia tampak lemah tidak berdaya. Istrinya begitu gembira dan memberitahukan hal itu kepada orang-orang kafir.

Ia memperoleh berbagai macam perhiasan seperti yang dijanjikan, bahkan ditambahi lagi lebih banyak.
Orang-orang kafir itu membawa Syam’un kepada rajanya, dan ia ingin mempertontonkan pembantaian Syam’un di hadapan rakyatnya. Pada waktu yang ditentukan, mereka berkumpul di suatu gedung megah, dengan arsitektur canggih yang belum bisa dicontoh sampai zaman modern ini. Bangunan yang begitu luas dan tinggi, layaknya sebuah stadion sepakbola, tetapi tiang utamanya hanya satu saja. Tiang penyangganya itu tidak akan mampu digerakkan atau dirobohkan oleh ratusan atau bahkan ribuan orang.

Dalam keadaan terikat dengan rambutnya sendiri,  dan diikatkan lagi pada tiang penyangga utama gedung itu, Syam’un disiksa habis-habisan. Matanya disulut dengan besi panas hingga buta dan dicongkel keluar, dua telinganya di potong, begitu juga dengan lidahnya. Masyarakat kafirin itu bersorak-sorak gembira melihat penderitaan Syam’un. Tidak ada keluhan dan jeritan kesakitan yang keluar dari mulut Syam’un selama penyiksaan itu, kecuali kalimat-kalimat dzikr dan penyandaran diri kepada Allah. Sabar dan tawakal terhadap takdir Allah yang diterimanya.
Kemudian Allah berfirman (mengilhamkan) kepadanya, “Wahai Syam’un, apakah yang engkau inginkan atas orang-orang kafir ini? Katakanlah, Aku akan mengabulkannya!!”
Syam’un berkata atau berdoa dalam hatinya, “Ya Allah, kembalikanlah kekuatanku, sehingga aku bisa merobohkan gedung ini dan menimpa mereka semua!!”

Allah mengabulkan doanya, kekuatannya pulih kembali. Rambut, tali dan rantai yang mengikatnya langsung putus ketika ia menggerakkan tubuhnya. Ia mendorong tiang penyangga utama gedung itu, dan sebentar saja roboh dan gedung itu hancur mengubur orang-orang kafir, termasuk rajanya, yang ada di dalamnya. Mereka semua mati, kecuali Syam’un sendiri, Allah menyelamatkannya, bahkan Allah mengembalikan mata, telinga dan bibirnya seperti sediakala. Syam’un kembali mengisi waktunya dengan berjihad dan berpuasa di siang hari, malam harinya lebih banyak dihabiskan untuk shalat. Ia terus istiqomah dalam amalannya itu hingga kematian menjemputnya.

Setelah Nabi SAW selesai menceritakannya, tampak para sahabat menangis, penuh haru dan ghirah (semangat, kerinduan) melihat perjuangan Syam’un tersebut. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tahu, berapa besarnya pahala yang diperoleh Syam’un tersebut?”
Nabi SAW berkata, “Aku tidak tahu!!”
Sebagian sahabat berkata lagi, “Ya Rasulullah, apakah kami dapat memperoleh pahala Syam’un itu??”
Lagi-lagi Nabi SAW hanya berkata, “Aku tidak tahu!!”

Melihat keadaan para sahabat tersebut, Nabi SAW berdoa, “Ya Allah, Engkau menjadikan umatku yang paling pendek umurnya di antara umat-umat yang ada, dan yang paling sedikit amal-amalnya!!”

Tidak lama kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW dengan membawa wahyu Allah, lima ayat dari surah Al Qadar. Begitu pendeknya surat tersebut, tetapi merupakan keberkahan dan keutamaan yang luar biasa diberikan kepada Nabi SAW dan umatnya. Sungguh sangat beruntung kita sebagai ummat Islam. Karena kita bisa memperoleh pahala yang lebih baik daripada pahala yang diterima Syam’un dalam perjuangan jihadnya selama seribu bulan tersebut. Bukan itu saja kita juga bisa memperoleh berkali-kali pahala seperti itu selama hidup, karena Lailatul Qadar akan selalu datang di Bulan Romadhon.

Sekarang tinggal kita, apakah mau mendapatkannya atau tidak. Wallahu A’lam.
Semoga kita terpilih untuk mendapatkannya, Amiinnn..

Baca Juga Info Menarik Ini : "Nama Malaikat Yang Belum Anda Ketahui"

[Ibnu Ghufron]

Saturday, September 19, 2015

Nusyuz / Durhaka (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 10)

Nusyuz / Durhaka (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 10)

Nusyuz / Durhaka (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 10)

Sesuatu tindakan istri yang dapat diartikan menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut hukum syara', tindakan itu dipandang durhaka. Seperti hal-hal dibawah ini:

1. Suami telah menyediakan rumah kediaman yang sesuai dengan keadaan suami, istri tidak mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tangga dengan tiada seizin suami.

2. Apabila kedua suami-istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri, kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan bukan karena minta pindah rumah yang disediakan oleh suami.

3. Umpama istri menetap ditempat perusahaannya dan suami minta supaya menetap dirumah yang disediakannya, istri keberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.

4. Apabila istri musafir dengan tidak beserta suami atau muhrimnya walaupun perjalanan itu wajib seperti pergi haji, karena perjalanan perempuan yang tidak beserta suami atau muhrim terhitung maksiat.

Apabila kelihatan oleh suami bahwa istrinya akan durhaka harus diberinya nasehat dengan sebaik-baiknya. Sesudah dinasehati, sekiranya masih terus juga tampak durhakanya, hendaklah suami berpisah tidur dengan dia. Kalau dia masih juga meneruskan kedurhakaannya maka bolehlah dipukul tetapi jangan sampai merusakkan badannya.

Firman Allah SWT:
"Akan istri-istri yang kamu takuti kedurhakaan mereka, berilah nasehat, dan berpisah tidurlah kamu dari mereka, dan pukullah mereka itu. QS.An Nisa:34".

Dengan ringkas durhaka si istri, ada tiga tingkatan:

1. Baru kelihatan tanda-tanda akan durhaka, waktu itu suami berhak memberi nasehat.

2. Sesudah nyata durhakanya, waktu itu suami berhak berpisah tidur darinya.

3. Sesudah dua pelajaran tersebut (nasehat dan berpisah tidur), kalau dia masih terus juga durhaka, suami berhak memukulinya.

Akibat durhaka, menghilangkan hak istri "menerima belanja dan pakaian, dan pembagian waktu". Berarti tiga perkara yang tersebut dengan adanya durhaka, menjadi tidak wajib atas suami, dan si istri tidak berhak menuntutnya.

Firman Allah SWT:
"Hak istri yang patut diterimanya dari suaminya, seimbang dengan kewajibannya terhadap suaminya dengan baik. QS.Al Baqarah:228".

Pergaulan Baik Antara Suami Istri

Sebagaimana telah dijelaskan di artikel sebelumnya, bahwa perkawinan adalah satu pokok yang terutama untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, yang akan merupakan susunan masyarakat kecil dan nantinya akan menjadi anggota dalam masyarakat yang luas. Tercapainya tujuan tersebut sangat tergantung kepada eratnya hubungan antara kedua suami istri dan pergaulan keduanya yang baik. Dan akan eratlah hubungan antara keduanya itu, apabila masing-masing suami dan istri tetap menjalankan kewajibannya sebagai suami istri yang baik.

Lihatlah Firman Allah SWT Surah Al Baqarah ayat 228, menjelaskan bahwa hak seorang istri itu harus setimpal dengan apa yang dia lakukan terhadap suaminya.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Abu Hurairah, katanya: Rasulullah SAW telah memberi pelajaran, kata beliau: Mukmin yang sempurna imannya ialah yang sebaik-baik pribadinya dan sebaik-baik pribadi ialah orang yang sebaik-baiknya terhadap istrinya. HR.Ahmad dan Tirmidzi".

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Ummi Salamah, sesungguhnya Nabi SAW telah berkata: Barangsiapa di antara perempuan yang mati dan ketika itu suaminya suka kepadanya, maka perempuan itu akan masuk surga. HR.Ibnu Majah dan Tirmidzi".

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Abu Hurairah katanya, telah bersabda Rasulullah SAW: Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu istrinya membantah ajakan suaminya, maka suami marah sepanjang malam itu, maka sepanjang malam itu pulalah malaikat-malaikat terus-menerus mengutuki si istri itu. HR.Sepakat Ahli Hadits".

Firman Allah SWT:
"Istri-istri kamu seperti sawah ladang bagi kamu maka bercocok tanamlah di sawahmu itu sebagaimana yang kamu ingini (sukai). QS.Al Baqarah:223".

Ayat tersebut menjelaskan, bahwa seorang istri seperti sawahnya, ia berhak bercocok tanam di seluruh sawah yang dia miliki dimana yang dia sukai, tak ada suatu larangan apapun dan tidak ada seorangpun yang dapat melarangnya. Ia berhak melakukan segala sesuatu asal masih dalam lingkungan tanah sawah yang dia miliki itu.

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Perayaan (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 9)

Perayaan (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 9)

Perayaan (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 9)

Orang yang nikah hendaklah mengadakan perayaan sekadar kuasanya. Hukum perayaan mempelai, sebagian ulama mengatakan wajib, dan yang lain mengatakan hanya sunnah saja.

Sabda Rasulullah SAW:
"Kata Nabi besar SAW kepada Abd. Rahman bin 'Auf sewaktu dia nikah: Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing. HR.Bukhari dan Muslim".

Adapun mengabulkan undangan perayaan tersebut adalah wajib bagi orang yang tidak berhalangan.

Sabda Nabi Muhammad SAW:
"Apabila salah seorang di antara kamu diundang ke perayaan mempelai, maka hendaklah ia datang. HR.Bukhari dan Muslim".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Mut'ah / Pemberian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 8)

Mut'ah / Pemberian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 8)

Mut'ah / Pemberian (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 8)

Mut'ah nama suatu pemberian dari suami kepada istrinya sewaktu dia menceraikannya. Pemberian ini diwajibkan atas laki-laki apabila penceraian itu terjadi dengan kehendak suami, kecuali kalau penceraian itu dengan kehendak dari istri, pemberian itu tidak wajib.

Banyaknya pemberian itu menurut keridhaan keduanya dengan mempertimbangkan keadaan kedua suami-istri, sebaik-baiknya jangan kurang dari seperdua mahar.

Firman Allah SWT:
"Senangkanlah olehmu hati mereka dengan pemberian dan lepaslah mereka secara baik. QS.Al Ahzab:48".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Mahar / Mas Kawin (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 7)

Mahar / Mas Kawin (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 7)

Mahar / Mas Kawin (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 7)

Diwajibkan atas suami dengan sebab nikah, memberi suatu pemberian kepada si istri, baik pemberian berupa uang atau berupa barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar/maskawin.

Firman Allah SWT:
"Berilah perempuan yang kamu kawini itu, suatu pemberian (mahar). QS.An Nisa:4".

Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah pun sekiranya tidak disebut pada waktu aqad pernikahan sah juga.

Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi oleh Syari'at Islam, hanya menurut kekuatan suami beserta keridhaan si istri. Sungguh pun demikian hendaklah dengan benar-benar suami sanggup membayarnya. Karena mahar itu apabila telah ditetapkan, sebanyak ketetapan itu, menjadi utang atas suami, wajib dibayar sebagaimana utang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar akan menjadi masalah dan pertanggung jawab di Hari Kemudian. Janganlah terperdaya dengan adat bermegah-megah dengan banyak mahar, sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena hutang, katanya, sedangkan dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya sendiri. Pun terhadap perempuan (istri), dia wajib membayar zakat maharnya itu sebagaimana dia wajib membayar zakat uangnya yang dipiutangnya.

Ingatlah Sabda Nabi SAW:
"Dari 'Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW telah berkata: Sesungguhnya yang sebesar-besarnya berkah nikah, ialah yang sederhana belanjanya. HR.Ahmad".

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Amir bin Rabi'ah, sesungguhnya seorang perempuan dari suku Fazarah telah nikah dengan maskawin dua terompah, maka Rasulullah SAW bertanya kepada perempuan itu. Kata beliau: Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua terompah itu?. Jawab perempuan itu: Ya, saya ridha dengan demikian. Maka Rasulullah membiarkan pernikahan tersebut. HR.Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi".

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah SAW telah berkata: Kalau sekiranya seorang laki-laki memberi makanan sepenuh dua tangannya saja untuk maskawin seorang perempuan, sesungguhnya perempuan itu halal baginya. HR.Ahmad dan Abu Daud".

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Abu 'Ajfa, katanya: Saya dengar Umar berkata: Janganlah berlebih-lebihan memberi mahar kepada perempuan, karena kalau hal itu menjadi kemuliaan di dunia atau akan kebaikan di akhirat, tentu Nabi lebih utama dalam hal itu, tetapi beliau tidak pernah memberi maskawin istri-stri beliau dan tidak pula pernah beliau membiarkan anak-anak beliau menerima maskawin lebih dari 12 auqiyah (480dirham=Rp.149,76). HR.Lima Orang Ahli Hadits".

Seseorang yang menceraikan istrinya sebelum campur, wajib membayar 1/2 (seperdua) mahar, jika jumlah mahar itu telah ditetapkan banyaknya oleh si suami atau hakim.

Firman Allah SWT:
"Jika kamu thalaq (ceraikan) mereka (perempuan) sebelum kamu campuri, sedang banyaknya mahar sudah kamu tetapkan, maka wajib kamu bayar seperdua dari yang ditetapkan. QS.Al Baqarah:237".

Jika mahar itu belum ditetapkan banyaknya, tidak wajib membayar seperdua (1/2), hanya yang wajib mut'ah, bukan mahar. Pendapat ini berdasarkan Firman Allah SWT diatas. Allah menetapkan seperdua (1/2) mahar itu apabila telah ditetapkan banyaknya. Setengah ulama berpendapat wajib juga membayar seperdua (1/2), seperdua ini dihitung dari mahar misil atau dari ketetapan Hakim.

Wajib membayar seperdua (1/2) mahar saja seperti yang tersebut diatas, jika keduanya bercerai hidup dengan thalaq sebelum campur, tetapi jika keduanya bercerai mati, umpama suami meninggal dunia sebelum campur, maka istrinya berhak sepenuh mahar diambil dari harta peninggalan suaminya itu.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari' Alqamah, katanya: Seorang perempuan telah kawin dengan seorang laki-laki kemudian laki-laki itu mati sebelum ia campur dengan istrinya itu dan maharnya pun belum ditentukan banyaknya. Kata 'Alqamah: Mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah, maka Abdullah berpendapat, perempuan itu berhak mengambil mahar misil sepenuhnya dan ia berhak mendapat warisan dan wajib beriddah, maka ketika itu Ma'qil bin Sinan Al Asyja' ia menyaksikan bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah memutuskan terhadap Barwa'a binti Wasyiq seperti keputusan yang dilakukan oleh Abdullah tadi. HR.Lima Orang Ahli Hadits".

Istri berhak mempertahankan dirinya (tidak tergesa-gesa menyerahkan dirinya) kepada suami, apabila mahar belum dibayar oleh suaminya.

Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Ali ketika ia sudah nikah dengan Fatimah ia bermaksud akan mulai campur. Rasulullah SAW melarangnya sebelum ia memberikan sesuatu. Maka berkata Ali kepada Rasulullah: Saya tidak punya apa-apa. Jawab Rasulullah kepada Ali: Berikanlah baju perangmu itu. Lantas Ali memberikannya, kemudian didekatinya Fatimah sebagai suami mendekati istrinya. HR.Abu Daud".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Pembagian Waktu (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 6)

Pembagian Waktu (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 6)

Pembagian Waktu (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 6)

Masing-masing istri "bagi orang yang banyak istri" hendaklah dipisahkan tempat kediaman mereka itu. Masing-masing menempati sebuah rumah, rumah itu pun harus sama, kecuali kalau mereka sama-sama ridha dan ikhlas ditempatkan dalam sebuah rumah saja.

Pembagian waktu di antara istri-istri itu, hendaklah sama dan betul dilakukan, baik yang mempunyai kediaman didalam sebuah rumah maupun masing-masing rumah sendiri-sendiri.

Kalau kiranya seorang suami diam dalam sebuah rumah terpisah dari istrinya, hendaklah pertemuan suami dengan istri-istri itu pun dilakukan dengan seadil-adilnya. Umpamanya bila seorang istri dipanggil kerumahnya, maka yang lain pun hendaklah dipanggil juga kerumahnya dengan memakai giliran dan waktu yang tertentu. Tidak boleh suami melakukan memanggil seorang istri kerumahnya dan yang lain didatanginya. Dan sebaliknya begitu juga, jika seorang istri didatangi kerumahnya, maka yang lain pun hendaklah didatangi pula kerumahnya.

Maka diam suami dengan istri-istrinya hendaklah sama lamanya; sekurang-kurangnya masa pembagian itu semalam dan sebanyak-banyak tiga malam. Pendek kata wajib atas suami bersifat seadil-adilnya terhadap istri-istrinya, kecuali kalau dengan ridha yang sungguh-sungguh dari pihak istri.

Sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa beristri dua sedangkan dia lebih mementingkan salah seorang daripada keduanya, dia akan datang nanti di hari kiamat pinggangnya (rusuknya) cenderung/bungkuk. HR.Ahmad dan Empat Orang Ahli Hadits".

Apabila suami hendak berpergian hanya dengan salah seorang istrinya, hendaklah dia adakan undian di antara istri-istrinya itu, siapa yang memperoleh undian hendaklah dia yang dibawa dan yang lain boleh tinggal.

Sabda Rasulullah SAW:
"Rasulullah apabila hendak berjalan, beliau mengundi istri-istrinya, kemudian beliau berjalan dengan istri yang beruntung dalam undiannya. HR.Bukhari dan Muslim".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Kufu / Setingkat (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 5)

Kufu / Setingkat (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 5)

Kufu / Setingkat (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 5)

Setingkat dalam perkawinan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat, yaitu menurut tingkat dua ibu bapak.

1. Agama.

2. Merdeka atau hamba.

3. Perusahaan.

4. Kekayaan.

5. Kesejahteraan.

Kufu ini tidak menjadi syarat bagi perkawinan, tetapi jika tidak dengan keridhaan masing-masing, boleh yang lain memasakhkan pernikahan itu dengan beralasan tidak kufu (setingkat).

Kufu (Persamaan tingkat) itu hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya dengan keridhaan bersama.

Pendapat yang lebih kuat ditinjau dari alasannya, kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan, baik mengenai pokok agama, seperti Islam dan bukan Islam, maupun kesempurnaannya, seperti orang yang baik (taat), ia tidak sekufu dengan orang yang jahat dan orang yang tidak taat.

Firman Allah SWT:
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami jadikan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu kenal-mengenal di antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya semulia-mulia kamu disisi Allah ialah taqwa kamu. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui dan amat bijaksana. QS.Al Hujurat:13".

Firman Allah SWT:
"Laki-laki pezina tidak kawin melainkan dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik dan perempuan pezina tidak menikah melainkan dengan laki-laki pezina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin. QS.An Nur:3".

Sabda Rasulullah SAW:
 "Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang yang bukan Arab dan sebaliknya dan tidak pada orang putih atas orang hitam dan sebaliknya, tetapi kelebihan yang satu dari yang lain hanyalah dengan taqwa. HR.Asshabus-sunan.

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Muhrim (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 4)

Muhrim (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 4)

Muhrim (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 4)

Muhrim artinya orang yang tidak halal dikawininya, banyaknya 14 macam.

Tujuh Orang Dari Pihak Keturunan.

1. Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak dan seterusnya sampai keatas.

2. Anak dan cucu seterusnya ke bawah.

3. Saudara perempuan, seibu-sebapak atau sebapak atau seibu saja.

4. Saudara perempuan dari bapak.

5. Saudara perempuan dari ibu.

6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.

7. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

Dua Orang Dari Sebab Menyusu.

1. Ibu dan bapak tempat menyusu.

2. Saudara perempuan yang sepersusuan.

Empat Orang Dari Sebab Perkawinan.

1. Ibu dari istri.

2. Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya.

3. Istri dari anak (menantu).

4. Istri bapak.

Firman Allah SWT:
"Janganlah kamu nikah perempuan yang telah dikawini oleh bapak kamu. QS.An Nisa:22".

5. Haram dinikah dengan cara dikumpulkan bersama-sama dua orang. Yaitu tiap-tiap dua perempuan yang antara keduanya muhrim, seperti dua perempuan yang bersaudara atau seorang perempuan dipermadukan dengan saudara perempuan bapaknya atau anak perempuan saudaranya dan seterusnya menurut pertalian muhrim diatas.

Firman Allah SWT:
"Telah diharamkan atas kamu menikahi ibu kamu dan anak perempuan kamu dan saudara perempuan kamu dan saudara perempuan bapak kamu dan saudara perempuan ibu kamu, dan anak perempuan dari saudara laki-laki atau perempuan dan ibu kamu yang menyusukan kamu dan saudara-saudara kamu yang sepersusuan dengan kamu, dan ibu dari istri kamu, dan anak tiri kamu dari perempuan yang telah kamu campuri, maka jika kamu belum campur dengan mereka maka tidak haram atas kamu dan istri dari anak kamu dan yang haram juga mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara. QS.An Nisa:23".

Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya

Friday, September 18, 2015

Tangisan Nabi Kepada Ummatnya Yang Menjadi Penghuni Neraka

Suatu keistimewaan yang paling luar biasa didalam diri Rasulullah SAW adalah air mata beliau selalu saja mengalir hanya untuk memikirkan ummatnya semata. Beliau tidak pernah lepas dari kerisauan keadaan ummatnya.

Suatu ketika para sahabat mendapati Nabi SAW dalam keadaan yang tidak biasanya. Selama beberapa hari beliau tampak bersedih dan menyendiri saja di dalam rumah, tidak keluar kecuali saat shalat berjamaah, itupun beliau tidak bercakap-cakap dengan siapapun. Ketika shalat itu Nabi SAW sangat merendahkan diri kepada Allah dan menangis, seolah-olah ada beban begitu berat yang beliau rasakan. Setelah itu pulang dan menyendiri, lagi-lagi sambil menangis. Para sahabat jadi ikut bersedih tanpa tahu apa yang sedang mengganggu pikiran beliau.

Pada hari ketiga, Abu Bakar datang ke rumah Nabi SAW dan berkata, “Assalamu’alaikum yaa ahla baitir rakhmah, apakah saya bisa bertemu Rasulullah SAW??”

Tidak ada jawaban, Nabi SAW hanya diam sehingga (sahabat) pembantu beliau yang menjaga pintu juga tidak berani menjawab dan tidak membukakan pintu. Setelah tiga kali salam tidak ada jawaban, Abu Bakar berlalu pulang sambil menangis tersedu-sedu.

Tidak berapa lama datang Umar bin Khaththab dan berdiri di pintu rumah Nabi SAW. Ia berkata, “Assalamu’alaikum yaa ahla baitir rakhmah, apakah saya bisa bertemu Rasulullah SAW??”

Seperti yang terjadi pada Abu Bakar, tidak ada jawaban, sehingga Umar juga pulang dengan menangis tersedu-sedu.
Kemudian datanglah sahabat Salman al Farisi, ia juga berdiri di depan pintu mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum yaa ahla baitir rakhmah, apakah saya bisa bertemu junjunganku, Rasulullah SAW??”

Seperti pada Abu Bakar dan Umar, tidak ada jawaban sehingga Salman menangis sedih beberapa lamanya, bahkan hingga ia jatuh tanpa menyadarinya. Ia bangkit lagi dan berjalan menuju rumah Fathimah, Salman berkata, “Assalaamu’alaika, wahai putri Rasulullah!!”
Tampaknya sang suami, Ali bin Thalib sedang tidak ada di rumah sehingga Fathimah hanya menjawab salamnya tetapi tidak membukakan pintu. Karena itu Salman berkata lagi, “Wahai putri Rasulullah, sesungguhnya Rasulullah dalam beberapa hari ini sedang menyendiri. Beliau tidak keluar rumah kecuali untuk kepentingan shalat, dan itupun beliau tidak berkata-kata sedikitpun. Beliau juga tidak mengijinkan siapa saja untuk masuk ke rumah beliau!!”

Mendengar pemberitahuan Salman ini, Fathimah segera mengenakan pakaian panjang dan pergi ke rumah Rasulullah SAW. Di depan pintu ia berkata, “Assalaamu’alaika ya Rasulullah, saya adalah Fathimah!!”
Saat itu Nabi SAW sedang sujud dan menangis. Beliau bangkit kemudian bersabda, “Ada apa Fathimah? Aku sedang menyendiri. Bukakan pintu untuk Fathimah!!”

Pintu dibukakan dan Fathimah masuk, seketika itu ia menangis tersedu-sedu melihat keadaan Nabi SAW. Beliau tampak sangat lemah dan pucat pasi, wajahnya sembab karena terlalu sedih dan banyak menangis. Fathimah berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang sedang menimpa ayah??”
Nabi SAW bersabda, “Wahai Fathimah, tiga hari yang lalu Jibril datang dan menceritakan tentang neraka….!!”

Rasulullah SAW menceritakan bagaimana Malaikat Jibril menggambarkan keadaan Neraka, sehingga mereka berdua menangis penuh ketakutan, takut akan ‘makar’ Allah. Setelah tangisan mereka agak reda, Jibril menjelaskan lagi bahwa neraka itu mempunyai tujuh pintu, yang masing-masing pintu seluas jarak 70 tahun perjalanan. Pintu yang di bawah lebih panas 70 kali daripada pintu di atasnya.
Nabi SAW bertanya, “Siapakah penghuni pintu-pintu itu?”

Jibril menjelaskan bahwa pintu yang pertama dan yang terbawah sekaligus yang paling panas bernama Hawiyah. Penghuninya adalah kaum munafik, kaum dari Nabi Isa AS yang ingkar setelah diturunkannya hidangan dari langit untuk mereka, dan untuk Fir’aun dan para pengikutnya.

Pintu kedua yang di atasnya bernama Jahim, dihuni oleh orang-orang yang musyrik.
Pintu ke tiga adalah Saqar, dihuni oleh orang-orang Shabi’in.
Pintu ke empat bernama Ladha, dihuni oleh Iblis dan para pengikutnya termasuk kaum Majusi.
Pintu ke lima bernama Huthamah, dihuni oleh orang-orang Yahudi.
Pintu ke enam bernama Sa’ir, dihuni oleh orang-orang Nashrani….

Sampai di situ tiba-tiba Malaikat Jibril terdiam, sementara Nabi SAW menunggu penjelasan lebih lanjut. Merasa aneh dengan diamnya Jibril, Nabi SAW bersabda, “Mengapa engkau memberitahukan penghuni pintu neraka yang ke tujuh??”

Malaikat Jibril tampak segan untuk berbicara, tetapi pandangan mata Nabi SAW tampak ‘memaksa’ untuk mengetahuinya, sehingga Jibril berkata, “Pintu ke tujuh dihuni umat-umatmu yang melakukan dosa besar, dan tidak bertaubat hingga ia meninggal!!”

Mendengar perkataan Jibril yang terakhir, seketika wajah Nabi SAW pucat pasi dan beliau pingsan. Jibril meletakkan kepala beliau di pangkuannya. Setelah sadar, Nabi SAW bersabda, “Betapa besar cobaanku, betapa sedihnya hatiku, jadi ada umatku sebagai penghuni neraka?”
Jibril berkata, “Benar, umatmu yang mengerjakan dosa-dosa besar dan belum bertaubat!!”

Setelah menceritakan hal itu, Fathimah makin terhanyut dan tangisannya makin tersedu. Nabi SAW berkata, “Sejak saat itulah aku teramat sedih dan selalu menangis. Aku banyak bersujud dan merendahkan diri kepada Allah, agar siksa bagi umatku tersebut diringankan oleh Allah!!”
Fathimah berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah mereka itu masuk ke neraka?”

Nabi SAW bersabda, “Mereka digiring malaikat menuju neraka. Wajah mereka tidak hitam, mata mereka tidak biru, mulut mereka juga tidak disumbat. Mereka juga tidak dirantai atau dibelenggu sebagaimana penghuni neraka lainnya…”
Fathimah bertanya lagi, “Bagaimana keadaannya ketika mereka digiring ke neraka??”

Beliau bersabda, “Orang laki-laki ditarik pada jenggotnya, sedangkan yang perempuan ditarik pada rambut ubun-ubunnya…”
Beliau melanjutkan penjelasannya, bahwa ada di antara mereka yang masih muda, ketika ditarik jenggotnya, mereka berkata, “Betapa sayangnya kemudaan dan ketampananku!!”

Sedangkan kaum wanita yang ditarik rambut ubun-ubunnya, mereka berkata, “Alangkah malunya aku!!”
Ketika malaikat yang menggiring ke neraka bertemu malaikat Malik, malaikat penjaga neraka, Malik berkata, “Siapakah mereka ini? Aku tidak pernah menemukan orang yang disiksa seperti keadaan mereka ini. Wajahnya tidak hitam, matanya tidak biru, mulutnya tidak disumbat, mereka juga tidak digiring dalam golongan syaitan yang dibelenggu atau diikat pada lehernya!!”
Malaikat yang menggiring itu berkata, “Demikianlah keadaannya kami diperintahkan membawa mereka kepadamu!!”
Malaikat Malik berkata, “Wahai orang-orang yang celaka, siapakah sebenarnya kalian semua ini??”
Mereka menjawab bahwa mereka adalah ummat Nabi Muhammad yang Ahli Al qur’an berpuasa di bulan Ramadhan, berhaji, berjihad, menunaikan zakat, menyantuni anak yatim, mandi saat jibanat dan shalat lima waktu, tetapi mereka mendapat siksaan Allah. Nauzu Billah


Akhirnya Fathimahpun makin sedih mendengar penjelasan Nabi SAW tersebut, dan menemani Nabi SAW munajat kepada Allah agar umat-umat beliau yang menempati pintu ke tujuh dari neraka itu mendapat keringanan siksaan, dan akhirnya dapat dibebaskan dari neraka.



[Ibnu Ghufron]