Kali ini sobat beriman, Berita Islam akan berbagi kisah tentang Sahabat Nabi yang syahid ditiang salib. Semoga Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita dan memperkokoh keimanan kita. Dengan mengingat perjuangan para sahabat dalam menegakkan Agama Islam yang mulia ini. Baiklah sobat, Berikut kisahnya :
Pada tahun ke-3 hijriyah, beberapa utusan dari kabilah Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah SAW. Mereka mengabarkan bahwa mereka telah mendengar tentang Islam. Untuk itu mereka meminta Rasulullah agar mengirim utusan agar dapat mengajarkan Islam kepada mereka.
Maka Rasulullah pun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi permintaan tersebut. Rasulullah menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir (pemimpin) mereka. Namun di suatu tempat, di antara Usfan dan Makkah, kelompok kecil ini diintai oleh sekitar 100 pemanah dari Bani Lihyan. Mengetahui hal tersebut, Ashim segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke sebuah bukit kecil di sekitar daerah tersebut.
Sebenarnya, Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui pasukan pemanah musyrik tersebut. Namun Allah SWT berkehendak lain. Biji-biji kurma yang mereka bawa sebagai bekal dari Madinah, tercecer sepanjang jalan, memberi petunjuk keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya kesepuluh sahabat itu pun terkejar.
“Kami berjanji tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian jika kalian menyerah,” teriak salah seorang musyrik yang mengepung mereka.
“Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikan berita kami kepada Nabi-Mu,” jawab Ashim tegar.
Maka rombongan musyrik itu pun menyerang dan berhasil membunuh Ashim dan enam sahabat lain, hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsinah dan seorang sahabat. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan mengikat ketiganya.
Namun sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil berteriak, “Ini adalah pengkhianatan pertama!” serunya sambil berusaha melawan. Ia pun syahid.
Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke Makkah dan dijual sebagai budak. Sementara itu, Bani Harits yang selama ini menyimpan dendam kesumat terhadap Khubaib, mendengar berita tertangkapnya Khubaib. Rupanya nama Khubaib telah mereka hapal luar kepala, karena Khubaiblah yang membunuh Harits bin Amir, seorang pemuka Makkah, pada perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaib pun mereka beli.
Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota Al-Harits. Setiap hari sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan. Hingga suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut, memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan tenang-tenang memakan buah anggur. Padahal buah tersebut sedang tidak musim di Makkah dan Khubaib pun diikat tangannya dengan rantai besi.
Keluarga Al-Harits menakut-nakuti Khubaib, bahwa saudara sekaligus sahabatnya, Zaid yang juga dibeli keluarga Makkah lainnya, telah dieksekusi. Ia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya!
Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya. Sebaliknya, hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga Al-Harits pun putus asa. Mereka memutuskan untuk segera mengeksekusi tawanan yang tegar itu.
Namun sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan shalat terlebih dahulu. Maka Khubaib mendirikan shalat dua rakaat. Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata, “Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku.”
Inilah shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi kematian. Kemudian Khubaib melantunkan sebait syair:
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan dalam ridha dan rahmat Allah
Dengan jalan apa pun kematian itu terjadi
Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi
Kuberserah kepada-Nya
Sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya
Setelah itu, Khubaib pun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikit pun rasa belas kasih, pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah. Dalam keadaan demikian, seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata, “Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat wal afiat bersama keluargamu?”
“Demi Allah,” jawab Khubaib, “Tak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan dunia, sementara Rasulullah terkena musibah walau oleh sepotong duri!”
“Demi Allah, belum pernah aku melihat manusia lain, seperti halnya sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad,” kata Abu Sufyan suatu hari, mengenai para sahabat Rasulullah.
Maka tanpa ampun lagi, pedang sang algojo pun menghabisi Khubaib. Namun sebelum ruhnya meninggalkan raga, Khubaib sempat berucap, “Ya Allah, kami telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka mohon disampaikan pula kepadanya esok, tindakan orang-orang itu terhadap kami.”
Setelah, itu orang-orang musyrik meninggalkan tubuh Khubaib dalam keadaan tetap tersalib di tiangnya. Sementara burung-burung nazar yang sejak tadi berputar-putar menanti mangsanya, tiba-tiba juga meninggalkannya. Rupanya Sang Khalik tidak ridha hamba-Nya yang taat itu menjadi mangsa burung-burung pemakan bangkai.
Demikian pula doa yang dipanjatkan seorang hamba kepada Sang Pemilik dalam keadaan pasrah dan ridha pada ketetapan-Nya. Tampak jelas bahwa Sang Khalik tidak tega menolaknya. Allah mengabulkan doa Khubaib r.a. Berita tentang kematian mereka Allah sampaikan pada Rasul-Nya.
Ketika Rasulullah saw sedang duduk di masjidnya bersama beberapa orang sahabat, secara tiba-tiba ia seperti pingsan. Hal itu biasa terjadi ketika beliau sedang menerima wahyu.
Setelah keadaannya kembal normal ia berkata, “Dan salam juga untuk kalian berdua”
“Khubaib telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy”, katanya kepada para sahabat.
Saat itu juga Rasulullah saw memanggil Miqdad bin Amru dan Zubair bin Awwam. Ia menugasi mereka mengambil jasad Khubaib bin Adi dari tiang salib.
Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Amru berlalu meninggalkan kota Madinah dengan kencangnya. Keduanya berpisah di pertengahan jalan dan sepakat akan bertemu di tempat penyaliban Khubaib r.a. yang sama-sama mereka ketahui. Di sana mereka mendapati jasad Khubaib dikelilingi empat puluh orang Quraisy yang sedang mabuk berat. Mereka baru saja menenggak khamar sebagai tanda bahagia atas kematian Khubaib; pemuda yang telah membunuh beberapa pembesar mereka di perang Badar.
Zubair bin Awwam mengalihkan perhatian pemuda-pemuda Quraisy itu. Lalu, bersama Miqdad ia turunkan jasad yang suci itu dan menaikkannya ke atas kudanya. Sampai saat itu jasad tersebut belum berubah. Darahnya segar, tapi memiliki aroma seperti kesturi.
Keduanya bergerak menuju Madinah membawa jasad sahabat mereka itu. Beberapa saat kemudian, pemuda-pemuda Quraisy yang mabuk tadi sadar dari mabuk mereka. Mereka mengikuti Zubair dan Miqdad. Menyaksikan bahaya besar yang sedang mengancam, Zubair akhirnya menurunkan Jasad Khubaib ke tanah, karena kudanya tak mampu berlari kencang jika ditungganig dua orang.
Allah tidak menyia-nyiakan jasad itu. Dia menjaga hambanya yang saleh setelah meninggal seperti halnya ketika ia masih hidup. Dia tidak membiarkan jasad Khubaib tergeletak di tanah. Sebelum ia jatuh dari kuda Zubair, sebuah lubang di tanah sudah menunggu dibawah dengang liang lahatnya. Itulah kuburan yang telah Allah siapkan untuk Khubaib r.a.
Bumi menelan jasad Khubaib saat itu juga dan tak membiarkannya disentuh oleh orang kafir.
Sungguh Luar biasa Pengorbanan para sahabat terhadap Agama ini. Semoga kita dapat mengikuti jejak para Sahabat Nabi.
No comments:
Post a Comment