Saturday, June 20, 2015

Mengupas Rahasia Hari Sabtu



Inilah kisah tentang Mengenai hari bersejarah dikala hari sabtu. bahwa Seorang mukmin yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan hari akhir memiliki kewajiban mengkhususkan satu hari pada tiap-tiap minggunya. Untuk melakukan ritual ibadah kepada Allah. Mensucikan diri, hati dan fikiran. Berdzikir serta bertahmid sebagai wujud syukur kepada Allah SWT. Mengerjakan shalat dan beramar makruf kepada sesama. 

Petuah Nabi Musa AS tersebut masih terngiang dengan jelas ditelinga kaum Bani Israel. Ajaran tersebut mereka wariskan secara turun-temurun hingga kini. Menurut ajaran Nabi Musa, pada hari yang ditentukan, seorang mukmin haram hukumnya melakukan hal duniawi seperti berdagang, bertani dan bekerja dan lain sebagainya. Mereka harus menggunakannya secara khusus beribadah kepada Allah. Agar hati dan akal fikiran mereka menjadi suci, terbebas dari segala bentuk kotoran. 

Pada mulanya bani Israel bersepakat, hari jum’atlah yang dipilih sebagai hari menjalankan ibadah. Tetapi beberapa pemuka bani Israel meminta musa agar hari menjalankan ibadah tersebut dijatuhkan pada hari sabtu. Pertimbangan bani Israel, diantaranya, pada hari itu Allah selesai menciptakan seluruh mahlukNya – tuhan menciptakan seluruh alam dalam enam masa. 

Usul perubahan pun diterima oleh Nabi Musa. Sejak saat itu hari sabtu dijadikan hari yang mulia dan suci bagi kaum bani Israel. Setiap hari sabtu tiba, mereka pantang untuk mengerjakan segala urusan keduniawian. Mereka hanya dianjurkan untuk mengerjakan amal kebajikan sebagaimana diperintahkan oleh agama. 

Demikianlah kebiasaan yang terjadi dari hari kehari, Bulan kebulan, dan tahun berganti tahun. Kebiasaan menyucikan hari sabtu tetap dipertahankan secara kuat oleh kaum bani Israel. 

Hingga pada suatu masa, disuatu kota bernama Ailat, sebuah wilayah yang terletak ditepi laut merah. Bermukimlah keturunan Bani Israel. Seperti biasanya pada hari sabtu. Penduduk tidak melaut, Pasar-pasar dan tempat-tempat perniagaan tutup. Situasi tersebut tentunya menjadikan ikan-ikan dilaut menjadi “kegirangan”. Mereka tampak terapung berlari-larian saling mengejar antara satu dengan yang lainnya diatas permukaan air. 

Ikan-ikan dilaut itu bebas berpesta ria mengelilingi dua batu besar berwarna putih yang terletak ditepi laut kota Ailat. Seolah-olah mafhum, jika hari sabtu menjelang, suasana laut akan terasa aman.
Berjibunnya ikan-ikan pada hari sabtu, diam-diam menggugah selera kelompok nelayan desa Ailat yang telah lalai dengan petuah Nabi Musa. Mereka pun berencana untuk menangkapnya. Jika kemudian pada hari sabtu ikan tersebut bermunculan tentunya itu adalah kesempatan yang sangat baik dan sangat menguntungkan. 

Nelayan-nelayan itu pun lantas melaut. Mereka tidak menghiraukan perintah agama dan adat kebiasaan yang sudah berlaku sejak Nabi Musa. Mereka menuju pantai. Melihat banyaknya ikan dilaut, nelayan-nelayan itu pun berburu ikan dengan penuh suka cita. Mereka menangkap ikan sebanyak mungkin, tanpa ada batasan, sebagai mana yang mereka harapkan. 

Melihat keadaan tersebut pengikut Nabi yang saleh datang menegur. Namun sayang teguran dan nasehat tersebut tidak mereka hiraukan. Bahkan mereka semakin giat untuk untuk melakukannya, karena takut kehilangan keuntungan yang besar jika tidak menangkap ikan pada hari sabtu. 

Karena merasa selalu diprotes oleh kaum yang saleh, maka para nelayan membagi kota Ailat menjadi dua bagian. Sehingga bebaslah  para nelayan untuk lebih mengerut keuntungan yang lebih besar dari penangkapan ikan tersebut. Mereka membuat saluran-saluran air dari laut kerumah-rumah mereka. Selain itu nelayan juga membuat bendungan untuk mencegah kembalinya ikan-ikan yang datang berjibun setiap hari sabtu menjelang. 

Setelah pemisahan kota ailat, kehidupan para nelayan semakin meningkat. Keuntungan mereka berlipat ganda. Kehidupan para nelayan menjadi kayaraya. Namun mereka tidak mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan. Bahkan dengan penuh kesombongan, didepan para pemuka agama, mereka melakukan segala maksiat secara terang-terangan. Mata hati para nelayan telah buta untuk menerima cahaya kebenaran. 

Karena kelakuan para nelayan sudah semakin jauh menyimpang. Maka hingga suatu saat terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat. Sehingga menghancurkan kota para nelayan tersebut karena telah melanggar garis ketentuan yang telah ditetapkan. ****

No comments:

Post a Comment