Ruju Dengan Perbuatan (Campur) (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 27)
Telah berlain-lain pula faham ulama atas hukum ruju' dengan perbuatan. Syafi'i berpendapat tidak sah karena dalam QS.At Thalaq ayat 2, Allah menyuruh supaya ruju' itu dipersaksikan, sedang yang dapat dipersaksikan hanya dengan sighat (perkataan). Perbuatan yang seperti itu sudah tentu tidak dapat disaksikan oleh orang lain. Pendapat ulama-ulama yang banyak, ruju' dengan perbuatan, sah (boleh). Mereka beralasan dengan:
Firman Allah SWT:
"Suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka. QS.Al Baqarah:228".
Dalam ayat tersebut tidak ditentukan dengan perkataan atau dengan perbuatan. Dan hukum mempersaksikan dalam ayat diatas hanya sunnah bukan wajib, qarinahnya sepakat ulama (ijma') bahwa mempersaksikan thalaq, ketika menthalaq tidak wajib, demikian pula hendaknya ketika ruju, apalagi ruju' itu berarti meneruskan perkawinan yang lama, sehingga tidak perlu wali dan tidak perlu ridhanya yang dirujuki. Mencampuri istri yang sedang dalam 'iddah raj'iyah itu halal bagi suami yang menceraikannya, menurut pendapat Abu Hanifah. Dasarnya karena dalam ayat ia masih disebut suami.
Peringatan
Ruju' itu sah juga meskipun tidak dengan ridhanya si perempuan dan tidak setahunya karena ruju' itu berarti mengkekalkan perkawinan yang telah lalu, buah dari itu. Kalau seorang perempuan diruju' oleh suaminya, sedang dia tidak tahu, kemudian sesudah lepas 'iddahnya, perempuan itu nikah dengan laki-laki lain karena dia tidak mengetahui bahwa suaminya ruju' kepadanya, nikah yang kedua ini tidak sah dan batal sendirinya. Perempuan tersebut harus dikembalikan kepada suaminya yang pertama.
Sabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa di antara perempuan yang bersuami dua, maka dia adalah untuk suaminya yang mula-mula diantara keduanya. HR.Ahmad".
Sungguh sah ruju' menurut pendapat yang tersebut diatas, tetapi kalau hal itu akan menimbulkan kesulitan atau menyakiti kepada perempuan, sudah tentu si suami akan mendapat hukuman yang setimpal dengan niat dan perbuatannya. Dalam ayat-ayat dan hadits yang diatas amat banyak yang menerangkan bahwa suami wajib melakukan keadilan seadil-adilnya, sangat dilarang melakukan sesuatu yang menyakiti si istri.
Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
Satu Klik-an Sangat Berarti Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya
Satu Klik-an Sangat Berarti Untuk Kepentingan Blog Ini
Terima Kasih Atas Bantuannya
No comments:
Post a Comment