Friday, September 18, 2015

Malaikat Jibril Menceritakan Gambaran Neraka

Sungguh Allah SWT telah menyiapkan sebuah tempat yang paling menyeramkan dan yang paling mengerikan sebelum dunia ini diciptakan. Seandainya ditampakkan sedikit saja hal itu mungkin kita tidak akan pernah mengingat dunia ini sedetikpun. Namun semuanya Allah menyembunyikannya untuk menguji hamba-hambanya siapa yang benar-benar bertakwa kepadaNYA. Semoga keimanan kita bertambah Setelah membaca kisah ini dan membuat kita semakin benar-benar meyakininya. Sehingga iman yang kita miliki dapat bertambah dan membawa kita untuk selalu taat kepada Allah Ta’ala. Serta senantiasa berharap terhindar dari siksanya Neraka Allah SWT.

Suatu ketika Malaikat Jibril datang mengunjungi Nabi SAW, dan beliau bersabda, “Tolong engkau gambarkan kepadaku keadaan neraka!!”

Malaikat Jibril berkata, “Wahai Muhammad, api neraka itu hitam kelam, seandainya satu lubang jarum dari api neraka dijatuhkan, maka terbakarlah semua yang ada di muka bumi…!!”
Malaikat Jibril menjelaskan lagi, seandainya satu potong baju dari baju-baju yang ada di neraka digantungkan antara langit dan bumi, niscaya penghuni bumi akan mati karena terciumnya baunya yang sangat busuk.

Seandainya setetes zaqqum (makanan penduduk neraka dari pohon berduri) dilemparkan ke bumi, maka makanan penduduk bumi akan musnah.
Seandainya satu saja dari sembilanbelas malaikat yang disebutkan Allah SWT dalam Al Qur’an (Malaikat Zabaniah yang ditugaskan menyiksa penduduk neraka) muncul di tengah-tengah penduduk bumi, niscaya mereka semua akan mati karena buruknya dari bentuk, penampilan dan rupanya.

Seandainya satu lingkaran dari rantai belenggu neraka seperti yang disebutkan Allah SWT dalam Al Qur’an dibuang ke bumi, niscaya bumi itu hancur hingga lapisan yang paling bawah, dan bumi tidak bisa ditempati lagi.
Mendengar penjelasan-penjelasan tersebut, tiba-tiba Nabi SAW memotong ucapan Jibril, “Cukup, wahai Jibril!!”

Kemudian beliau menangis. Malaikat Jibril ikut menangis melihat beliau menangis, maka Nabi SAW bersabda, “Wahai Jibril, mengapa engkau menangis, sedangkan kedudukan engkau begitu dekat dengan Allah…!!”
Jibril berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada kedudukanku di sisi Allah, kecuali posisiku saat ini. Dan aku (takut) diuji dengan apa yang diujikan kepada Malaikat Harut dan Marut, serta iblis yang terkutuk tersebut!!”

(Harut dan Marut adalah Malaikat yang diuji Oleh Allah SWT menjadi Manusia Lihat Kisahnya >> “2 Malaikat Yang Disiksa Karena Melanggar Perintah”)

Maka dua mahluk termulia dari golongan manusia dan malaikat itu kembali menangis karena takutnya kepada Ujian yang diberi Allah SWT, yang mungkin saja akan menimpa mereka.


Baca Juga Info Menarik Ini : "Nama Malaikat Yang Belum Anda Ketahui"

Rukun Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 3)

Rukun Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 3)

Rukun Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 3)

Rukun nikah itu ada tiga:

1. Sighat ('aqad)
Yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali: "Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama......",
  • Penjelasan:
    Hendaklah disebutkan nama pengantin perempuan itu.
  • jawab pihak laki-laki (mempelai): "Saya terima menikahi....."
  • Penjelasan:
    Hendaklah disebutkan nama pengantin perempuan itu.

  • Boleh juga terdahulu perkataan dari pihak mempelai, seperti: "Kawinkanlah saya dengan anakmu". Jawab wali: "Saya nikahkan engkau dengan anak saya......"
  • Penjelasan:
    Hendaklah disebutkan nama pengantin perempuan itu.

  • Karena maksudnya sama. Tidak sah aqad nikah melainkan dengan lafaz nikah atau tazwij atau terjemahan dari keduanya.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Telah berkata Nabi SAW: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah dan kamu halalkan mereka dengan kalimat Allah. HR.Muslim".

    Yang dimaksud dengan kalimat Allah dalam hadits ialah Al-Qur'an dan tidak disebutkan dalam Al-Qur'an selain dari dua kalimat itu, (nikah dan tazwij), maka harus diturut agar tidak salah.

    Pendapat yang lain menyatakan: sah aqad dengan lafaz yang lain asal maknanya sama dengan kedua lafaz tersebut, karena asal lafaz aqad ma'qul makna tidak semata-mata ta'abudi.

    2. Wali (Wali si perempuan).

    Keterangan Sabda Nabi SAW:
    "Barangsiapa di antara perempuan yang nikah dengan tidak diizinkan oleh walinya, maka pernikahannya batal (tidak sah). HR.Empat Orang Ahli Hadits terkecuali Nasai".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Janganlah menikahkan perempuan akan perempuan yang lain, jangan pula menikahkan seorang perempuan akan dirinya sendiri. HR.Ibnu Majah dan Daruquthni".

    3. Dua Orang Saksi.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Tidak sah nikah melainkan dengan wali, dan dua saksi yang adil. HR.Ahmad".

    Susunan Wali

    Yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan yang dibawah ini, karena wali-wali itu memang telah diketahui oleh orang yang ada pada masa turun ayat: "Janganlah kamu keberatan menikahkan mereka. QS.Al Baqarah:232". Begitu juga hadist Ummi Salamah, yang telah berkata kepada Rasulullah: "Wali saya tidak ada seorangpun yang dekat".

    semua itu menjadi tanda, bahwa wali-wali itu telah diketahui (dikenal).
    1. Bapaknya.

    2. Kakek/Datuknya (Bapak dari bapak si mempelai perempuan).

    3. Saudara laki-laki yang seibu-sebapak dengan dia.

    4. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengan dia.

    5. Anak saudara laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak dengan dia.

    6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengan dia.

    7. Saudara bapak yang laki-laki (pamannya dari pihak bapak).

    8. Anak laki-laki dari pamannya yang dari pihak bapaknya.

    9. Hakim.

    Syarat Wali Dan Dua Saksi

    Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya aqad pernikahan, maka oleh karenanya tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang bersifat dengan beberapa sifat yang berikut:

    1. Islam.
    Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi.

    Firman Allah SWT:
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang Yahudi dan orang Nasrani untuk menjadi wali. QS.Al Maidah:51".

    2. Baligh (Sudah berumur sedikitnya 15 tahun).

    3. Berakal.

    4. Merdeka.

    5. Laki-laki.
    Karena hadits riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni diatas.

    6. Adil.

    Keistimewaan Bapak Dari Wali-Wali Yang Lain

    Si bapak dan kakek diberi hak mengkawinkan anaknya yang bikir/perawan dengan tidak izin si anak lebih dahulu, dengan orang yang dipandangnya baik. Terkecuali anak yang saib (bukan perawan lagi) tidak dikawinkan melainkan dengan izinnya lebih dahulu. Wali-wali yang lain tidak berhak mengkawinkan mempelainya melainkan sesudah mendapat izin dari mempelai itu sendiri.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Telah berkata Rasulullah SAW: Perempuan yang janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya dan anak perawan dikawinkan oleh bapaknya. HR.Daruquthni".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari 'Aisyah, sesungguhnya Nabi SAW telah nikah dengan 'Aisyah sewaktu ia baru berumur 6 tahun dan dicampuri serta tinggal bersama Rasulullah SAW sewaktu ia berumur 9 tahun. HR.Sepakat Ahli Hadits".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Ibnu Abbas, katanya: Sesungguhnya seorang perawan telah mengadukan halnya kepada Rasulullah SAW bahwa ia telah dikawinkan oleh bapaknya dan dia tidak menyukainya. Maka Nabi SAW memberi kesempatan kepada perawan itu untuk meneruskan atau untuk membatalkan perkawinan itu. HR.Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Daruquthni".

    Rasulullah memberikan kesempatan memilih kepada perawan itu, adalah tanda bahwa perkawinan yang dilakukan bapaknya itu sah, sebab kalau perkawinannya itu tidak sah tentu Nabi SAW menjelaskan bahwa perkawinan itu tidak sah atau beliau katakan kawinlah dengan laki-laki lain.

    Ulama-ulama yang membolehkan wali bapak atau kakek menikahkan dengan tidak izin ini, menggantungkan bolehnya dengan syarat-syarat sebagai berikut dibawah ini:

    1. Tidak ada permusuhan antara bapak dan anak.

    2. Hendaklah dikawinkan dengan orang yang setara (sekufu).

    3. Maharnya tidak kurang dari mahar misil (sebanding).

    4. Tidak dikawinkan dengan orang yang tidak mampu membayar mahar.

    5. Tidak dikawinkan dengan laki-laki yang mengecewakan (membahayakan) si anak kelak dalam pergaulannya dengan laki-laki itu, seperti orang buta atau orang yang sudah sangat tua sehingga tidak ada harapan akan mendapat kegembiraan dalam pergaulannya.

    Qaidah:
    "Usaha pemimpin terhadap yang dipimpinnya didasarkan atas kemaslahatan".

    Sebagian ulama berpendapat, tidak ada bagi si bapak menikahkan anak perawannya dengan tidak ada izin lebih dahulu dari anaknya itu.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Abu Hurairah, katanya: Telah berkata Rasulullah SAW: Janganlah dinikahkan perempuan janda sebelum diajak bermusyawarah, dan perawan sebelum diminta izinnya. Sahabat lalu bertanya: Bagaimana cara izin perawan itu, ya Rasulullah? Jawab beliau: Diamnya tanda izinnya. HR.Jama'ah Ahli Hadits".

    Oleh pihak pertama, hadits ini dan sebagainya, diartikan perintah sunnah atau larangan makruh bukan perintah wajib atau larangan haram.

    Golongan kedua menjawab pula, bahwa hadits-hadits yang membolehkan si bapak menikahkan anaknya dengan tidak izin lebih dahulu terjadi sebelum datang perintah yang mewajibkan izin. Dan kejadian mengenai diri 'Aisyah (perkawinannya) dengan Rasulullah SAW adalah khususiyah (tertentu) bagi Rasulullah SAW sendiri, tidak dapa tdijadikan dalil untuk umum.

    Enggan Atau Keberatan Wali 

    Apabila seorang perempuan telah meminta kepada walinya untuk dinikahkan dengan seorang laki-laki yang setingkat (sekufu) dan walinya keberatan dengan tidak ada alasan, maka hakim berhak menikahkannya, setelah ternyata keduanya setingkat (sekufu) dan setelah memberi nasehat kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Maka apabila wali tetap keberatan, hakim berhak menikahkan perempuan itu.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Ma'qal bin Yasar, katanya: Saya telah menikahkan saudara saya dengan seseorang. kemudian diceraikannya. Setelah habis 'iddahnya, laki-laki itu datang meminta saudaraku itu kembali. Saya katakan kepadanya: Saya telah nikahkan engkau dengan segala hormat, kemudian engkau ceraikan sekarang engkau datang meminangnya, demi Allah saya tidak akan mengembalikan saudaraku kepadamu. Keadaan laki-laki itu baik dan perempuan itu ingin kembali kepadanya.
    Maka dengan kejadian ini datanglah wahyu Allah: "Dan apabila kamu menceraikan perempuan kemudian habis 'iddahnya, maka janganlah kamu keberatan menikahkan mereka dengan bekas suaminya. QS.Al Baqarah ayat 232". Ma'qal berkata: Sekarang saya nikahkan mereka, ya Rasulullah! Lantas dinikahkannya laki-laki itu dengan saudaranya. HR.Bukhari".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Aisyah, katanya Rasulullah SAW telah berkata: Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil; jika wali-wali itu enggan (keberatan) maka sulthan (hakim) lah yang menjadi wali orang yang tidak mempunyai wali. HR.Daruquthni".

    Dua Orang Wali Masing-Masing Menikahkan

    Seorang perempuan dikawinkan oleh dua orang walinya yang sederajat, kepada dua orang laki-laki. Umpamanya Fatimah mempunyai wali saudaranya sendiri Ahmad dan Amin. Ahmad menikahkan Fatimah dengan Yusuf dan Amin menikahkan dengan Zaidan.

    Jika diketahui yang terdahulu di antara keduanya maka yang terdahulu itulah yang sah dan yang terkemudian tidak sah.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Kata Rasulullah SAW: Barangsiapa dari perempuan yang dinikahkan oleh dua orang walinya, maka perempuan itu untuk yang pertama di antara kedua laki-laki itu. HR.Ahmad dan lain-lain".

    Jika tidak diketahui yang terdahulu atau diketahui bersamaan, maka kedua perkawinan itu batal, karena asalnya perempuan itu haram sehingga jelas sebab halalnya.

    Wali Ghaib (Wali Jauh)

    Wali-wali itu diatur begitu rupa sebagai tersebut diatas, yang lebih dekat hubungannya didahulukan daripada yang lebih jauh. Maka apabila wali yang lebih dekat (akrab) itu ghaib (jauh) dari perempuan yang akan dinikahkan, sejauh perjalanan qasar dan ia tidak mempunyai wakil, maka perempuan itu boleh dinikahkan oleh hakim karena wali  yang ghaib itu masih tetap wali belum berpindah kepada wali yang lebih jauh hubungannya. Ini menurut pendapat mazhab Syafi'i.

    Pendapat mazhab Abu Hanifah, dinikahkan oleh wali yang lebih jauh hubungannya dari wali yang ghaib, menurut susunan wali-wali tersebut diatas, umpamanya wali ghaib itu bapak, yang menikahkan anak itu kakeknya bukan hakim. Atau wali yang ghaib itu kakeknya, yang menikahkannya saudara seibu-sebapak dan seterusnya menurut susunan wali-wali. Alasan mazhab ini:

    1. Karena wali yang telah jauh hubungannya itu juga wali seperti yang dekat itu, hanya yang dekat itu didahulukan karena ia lebih utama, maka apabila ia tidak dapat menjalankannya keutamaannya itu hilang dan berpindah kekuasaan itu kepada wali yang lain menurut susunan yang semestinya.

    2. Hakim itu (menurut hadits) wali bagi orang yang tidak mempunyai wali, sedangkan dalam hal ini wali selain dari yang ghaib itu ada, maka hakim belum berhak menjadi wali karena walinya masih ada.

    Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
    Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
    Terima Kasih Atas Bantuannya

    Hukum Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 2)

    Hukum Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 2)

    Hukum Nikah (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 2)

    Hukum nikah ada lima:

    1. Jaiz (diperbolehkan). Ini asal hukumnya.

    2. Sunnah. Bagi orang yang berkehendak serta cukup menafkahi dan lain-lainnya.

    3. Wajib. Atas orang yang cukup mempunyai nafkah dan dia takut akan tergoda kepada kejahatan (zina).

    4. Makruh. Terhadap orang yang tidak mampu member inafkah.

    5. Haram. Kepada orang yang berniat akan menyakiti atas perempuan yang dikawininya.

    Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
    Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
    Terima Kasih Atas Bantuannya

    Meminang (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 1)

    Meminang (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 1)

    Meminang (Kitab Nikah / Perkawinan Bagian 1)

    Meminang, artinya menunjukkan (menyatakan) permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara yang tersebut, dibolehkan dalam agama Islam, terhadap kepada gadis atau janda yang telah habis iddahnya kecuali perempuan yang masih dalam "iddah bain" sebaiknya dengan jalan sindiran saja.

    Firman Allah SWT:
     "Tidak ada halangan atas kamu untuk meminang perempuan dengan jalan sindiran. QS.Al Baqarah:235".

    Adapun terhadap kepada perempuan yang masih dalam "iddah raj'iyah" maka haram meminangnya karena perempuan yang masih dalam iddah raj'iyah masih hukum istri bagi laki-laki yang menceraikannya, karena dia boleh kembali kepadanya. Demikian juga tidak diizinkan meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain, sebelum nyata bahwa permintaannya itu tidak diterima.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Orang mukmin, saudara orang mukmin. Maka tidak halal bagi seorang mukmin meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh saudaranya, sehingga nyata sudah ditinggalkannya. HR.Ahmad dan Muslim".

    Hukum Melihat Orang Yang Akan Dipinang

    Sebagian ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu harus (boleh) saja, mereka beralasan dengan hadits Rasulullah SAW.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang perempuan, maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat perempuan itu asal saja dengan sengaja, semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui oleh perempuan itu ataupun tidak. HR.Ahmad".

    Dan ada pula setengah ulama yang berpendapat: Melihat perempuan untuk meminang itu hukumnya sunnah. Keterangannya hadits dibawah.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Apabila seorang di antara kamu meminang seorang perempuan. Sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya kepada perkawinan. HR.Ahmad dan Abu Daud".

    Jadi sekiranya tidak dapat dilihat, boleh mengirimkan utusan (seorang perempuan yang dipercayai), agar supaya dia dapat menerangkan sifat-sifat dan keadaan-keadaan perempuan yang akan dipinangnya itu.

    Sungguh kepada umat Islam diberi kelapangan untuk melihat seorang perempuan yang dipinangnya itu. Tetapi yang boleh dilihat hanya muka dan telapak tangannya.

    Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
    Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
    TerimaKasihAtasBantuannya

    Thursday, September 17, 2015

    Kitab Nikah / Perkawinan

    Kitab Nikah / Perkawinan

    Kitab Nikah / Perkawinan

    Ta'rif Perkawinan: Yaitu 'aqad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.

    Firman Allah SWT:
    "Maka bolehlah kamu menikahi perempuan yang kamu pandang baik untuk kamu, dua atau tiga atau empat, jika kiranya kamu takut tidak dapat berlaku adil di antara mereka itu, hendaklah kamu kawini seorang saja. QS.An Nisa:3".

     Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umum dengan yang lain. Serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan kepada bertolong-tolongan antara satu dengan yang lainnya.

    Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan turunan bahkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari sebab baik pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih-mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihak sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolongan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu di antara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan matanya terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharakannya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin, hendaklah dia puasa karena dengan puasa, hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang. HR.Jama'ah Ahli Hadits".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Aisyah, kawinilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rizki) bagi kamu. HR.Hakim dan Abu Daud".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Amru Ibnu AS: Dunia itu harta benda dan sebaik-baik harta benda dunia, perempuan yang shaleh. HR.Muslim".

     Dalam pada itu, faedah yang terbesar dalam perkawinan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan. Sebab seorang perempuan, apabila ia sudah kawin, maka nafkahnya jadi wajib atas tanggungan suaminya. Perkawinan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu (turunan), sebab kalau tidak dengan nikah tentulah anak tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, karena kalau tidak perkawinan tentu manusia akan menurutkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan yang sangat dahsyat.

    Demikianlah maksud perkawinan yang sejati dalam Islam. Dengan singkat untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan turunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat.

    Maka dari sebab itu syari'at Islam mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga keselamatan perkawinan ini. Tetapi sebelumnya kita terangkan syarat-syarat dan rukunnya, begitu juga kewajiban dan hak masing-masing antara suami istri, lebih dahulu akan kita uraikan tujuan pernikahan dalam anggapan yang berlaku dalam kehendak manusia. Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda-pemuda dari dahulu sampai sekarang, mereka ingin nikah lantaran beberapa sebab, diantaranya:

    1. Karena mengharapkan harta benda.

    2. Karena mengharapkan kebangsawanannya.

    3. Karena ingin melihat kecantikannya.

    4. Karena agama dan budi pekertinya yang baik.

    Yang Pertama:

    Karena harta, baik kehendak ini dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Yaitu seseorang yang ingin nikah dengan seorang hartawan, sekalipun dia tahu bahwa pernikahan itu tidak akan sesuai dengan keadaan dirinya dan kehendak masyarakat, orang yang mementingkan pernikahan disebabkan harta benda yang diharap-harapnya atau yang akan diambilnya. Pandangan ini bukanlah pandangan yang sehat, lebih-lebih kalau hal ini terjadi dari pihak laki-laki, sebab sudah tentu akan menjatuhkan dirinya dibawah pengaruh perempuan dari hartanya. Hal yang demikian adalah berlawanan dengan sunnah alam dan titah Tuhan yang menjadikan manusia. Allah telah menerangkan dalam Al-Qur'an cara yang sebaik-baiknya bagi aturan kehidupan manusia sebagai berikut:

    Firman Allah SWT:
    "Laki-laki itu pemimpin yang bertanggung jawab atas kaum perempuan; berarti mempunyai kekuasaan yang tertinggi terhadap perempuan (istri). QS.An Nisa:34".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Barangsiapa menikahi seorang perempuan karena hartanya dan wajahnya yang manis, niscaya Allah akan melenyapkan hartanya dan kecantikannya. Dan barangsiapa menikahinya karena agamanya niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya dengan harta dan kecantikannya".

    Sabda RasulllahSAW:
    "Barangsiapa menikahi seorang perempuan karena kekayaannya, niscaya tidak akan bertambah kekayaannya, sebaliknya kemiskinan yang akan didapatnya".

     Yang Kedua: 

    Karena mengharapkan bangsanya (kebangsawanan) berarti mengharapkan gelar atau pangkat. Ini juga tidak akan memberi faedah sebagaimana yang diharapkannya, malahan dia akan bertambah hina dan dihinakan, karena kebangsawanan salah seorang di antara suami istri itu, tidak akan berpindah kepada yang lain.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Barangsiapa mengawini seorang perempuan karena kebangsawanannya, niscaya tidak akan bertambah kecuali kehinaannya".

     Yang Ketiga:

    Karena kecantikannya. Ini adalah lebih baik sedikit dari harta dan kebangsawanan, sebab harta dapat lenyap dengan cepat, tetapi kecantikan seseorang dapat sampai tua, asal dia jangan bersifat bangga dan sombong karena kecantiikannya itu.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Janganlah kamu mengawini perempuan itu karena ingin melihat kecantikannya, mungkin kecantikannya itu akan membawa kerusakan bagi mereka sendiri dan janganlah kamu mengawini mereka karena mengharap harta mereka mungkin hartanya itu akan menyebabkan mereka sombong, tetapi kawinilah mereka dengan dasar agama dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik asal dia beragama. HR.Baihaqi".

    Yang Keempat:

    Karena agama dan budi pekerti. Inilah yang patut dan baik menjadi ukuran untuk pergaulan yang akan kekal, serta dapat menjadi dasar kerukunan dan kemaslahatan rumah tangga serta keluarga pada umumnya.

    Firman Allah SWT:
    "Adapun perempuan-perempuan yang saleh itu, mereka yang taat kepada Allah dan suaminya memelihara hak suaminya sewaktu suaminya itu tidak ada. QS.An Nisa:34".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Barangsiapa mengawini seseorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah mengkurniainya dengan harta".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Sebaik-baik perempuan, ialah perempuan yang apabila engkau memandang kepadanya ia menggirangkan/menggembirakan engkau, dan jika engkau menyuruhnya diturutnya perintah engkau, dan jika engkau berpergian dipeliharanya harta, engkau dan dijaganya dirinya".

    Jadi dengan jelas hendaknya agama dan budi pekerti itulah yang menjadi pokok yang utama untuk pemilihan dalam perkawinan. Maka dari keterangan-keterangan diatas hendaklah kiranya wali-wali anak, jangan sembarangan saja memperjodohkan anaknya; sebab kalau tidak berkebetulan di jalan yang benar, sudah tentu dia seolah-olah menghukum atau merusakkan akhlak dan jiwa anaknya yang tidak bersalah itu. Pertimbangkanlah lebih dahulu dengan sedalam-dalamnya, antara manfaat atau mudharatnya yang bakal terjadi di hari kemudiannya sebelum mempertalikan suatu perjodohan.

    Sifat-Sifat Perempuan Yang Baik

    Baik kiranya menjadi perhatian, tidak semua orang dapat mengatur rumah tangga dan tidak semua orang dapat kita serahi sebagai kepercayaan mutlaq, sebagai teman karib yang akan bela-membela dengan kita untuk selama-lamanya. Maka hendaknya sebelum kita melahirkan maksud yang terkandung di hati sebaiknyalah kita selidiki terlebih dahulu akan dapatkah persesuaian faham kelak setelah bergaul atau tidak. Nabi SAW telah memberi petunjuk sifat-sifat perempuan yang baik:

    1. Yang beragama dan menjalankannya.

    2. Turunan orang yang berkembang (mempunyai keturunan yang sehat).

    3. Yang masih perawan.

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari jabir, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya dan kecantikannya, maka pilihlah yang beragama. HR.Muslim dan Tirmidzi".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Ma'qil bin Yasar, katanya: Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW. Kata laki-laki itu: Saya telah mendapat seorang perempuan yang bangsawan dan cantik, hanya dia tidak beranak, baikkah saya kawin dengan dia? Jawab Nabi: Jangan! Kemudian laki-laki itu datang untuk kedua kalinya, beliau tetap melarang. Kemudian pada kali yang ketiga laki-laki itu datang lagi. Nabi bersabda: Kawinlah dengan orang yang dikasihi lagi berkembang. HR.Abu Daud dan Nasai".

    Sabda Rasulullah SAW:
    "Dari Jabir, sesungguhnya Nabi SAW telah menyatakan kepadanya. Kata beliau: Hai Jabir, engkau kawin dengan perawankah atau dengan janda? Jawab Jabir: Saya kawin dengan janda. Kata Nabi: Alangkah baiknya jika engkau kawin dengan perawan, engkau dapat menjadi penghiburnya dan dia pun menjadi penghibur bagimu. HR.Jama'ah Ahli Hadits".

    Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
    Satu Klik-an Anda Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
    Terima Kasih Atas Bantuannya

    Wajah Seperti Keledai Berubah Indah Karena Shalawat Nabi

    Dalam menjalankan ibadah haji, tentunya ada doa yang telah dikhususkan dalam melaksanakan haji yang diajarkan oleh Nabi SAW. Namun berbeda dengan seorang pemuda yang saat itu sedang melaksanakan haji, ia hanya mengucapkan shalawat kepada Nabi SAW dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berada di tempat-tempat mustajabah. Hal itu sempat menimbulkan berbagai dugaan dan tanda tanya pada orang-orang di sekitarnya, padahal dari tampaknya ia bukan orang yang awam dalam hal ilmu agama. Akhirnya ada seseorang yang memberanikan diri bertanya, “Mengapa engkau tidak membaca doa-doa ma’tsur yang diajarkan Nabi SAW pada tempat-tempat tertentu?”

    Lelaki itu minta maaf kalau aktivitasnya membaca shalawat itu mengganggu mereka, kemudian ia menceritakan pengalamannya beberapa tahun yang lalu. Saat itu ia berangkat haji bersama ayahnya, tetapi ketika sampai di Bashrah di suatu malam, ayahnya itu meninggal dunia. Ia sangat sedih karenanya, tetapi yang lebih menyedihkan lagi, wajah ayahnya itu ternyata berubah seperti wajah keledai.

    Dengan kesedihan yang begitu mendalam sehingga mempengaruhi keadaan jiwanya, ia jatuh tertidur. Dalam tidurnya itu ia bermimpi melihat kehadiran Nabi SAW, ia segera memegang tangan beliau dan menceritakan ayahnya yang meninggal dalam keadaan begitu memprihatinkan. Padahal mereka dalam niat dan perjalanan kepada kebaikan, yakni beribadah haji. Nabi SAW bersabda, “Ayahmu itu makan riba, sedang pemakan riba keadaannya memang seperti itu ketika meninggal.

    Namun demikian ayahmu mempunyai amalan istiqomah membaca shalawat kepadaku seratus kali setiap malamnya. Karena itu, ketika malaikat memberitahukan keadaan ayahmu kepadaku, aku meminta ijin kepada Allah untuk memberikan syafaat kepada ayahmu dan Allah mengijinkannya…!!” 
    Setelah itu ia terbangun dari mimpinya, dan ia melihat wajah ayahnya kembali seperti semula, bahkan kali ini tampak sangat cemerlang seperti bulan purnama. Keesokan harinya ia memakamkan jenazah ayahnya, dan terdengar hathif (suara tanpa wujud), “Keselamatan ayahmu karena ia suka dan sering membacakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW!!”

    Lelaki itu menutup ceritanya dengan berkata kepada jamaah haji yang mengitarinya, “Sejak saat itulah aku bersumpah kepada diriku sendiri, tidak akan meninggalkan shalawat kepada Nabi SAW, dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun aku berada!!”

    Kisah ini menunjukkan suatu keberkahan yang Allah berikan kepada orang yang selalu mengamalkan shalawat Kepada Nabi-NYA.

    Semoga kita dapat memetik hikmah dari kisah ini. Dan berniat untuk mengamalkan shalawat Nabi Insya ALLAH...

    [Ibnu Ghufron]




    Penutup (Kitab Faraidh / Pembagian Harta Pusaka / Warisan Bagian 17)

    Penutup (Kitab Faraidh / Pembagian Harta Pusaka / Warisan Bagian 17)

    Penutup (Kitab Faraidh / Pembagian Harta Pusaka / Warisan Bagian 17)

    Sampai disini cukuplah kiranya uraian singkat yang saya maksud dalam pembagian harta warisan dan wasiat. Saya berdo'a mudah-mudahan Allah akan melimpahkan karuniaNya kepada umat Indonesia serta Pemerintahnya untuk menjalankan secara resmi pembagian harta warisan dan wasiat sebagai hukum negara yang berjalan menurut perintah dan undang-undang Allah dan RasulNya.

    Bantu Klik Iklan Dibawah Ya
    Satu Klik-an Anda Sangat Berguna Untuk Kepentingan Blog Ini
    Terima Kasih Atas Bantuannya